Urat Malunya Dimana? Sudah Putuskah?

Di tengah kehidupan yang sudah mulai meng-global ini, rasa malu manusia makin lama makin tipis dan bahkan banyak diantaranya yang sudah tidak tahu malu. Banyak diantara kita yang sudah tidak malu lagi melakukan suatu kecurangan dan bahkan menganggapnya itu hanya hal yang wajar dizaman sekarang ini dan tak jarang hingga mengejek saudaranya yang lain yang tidak berbuat dengan kata-kata sok baik atau sok suci dsb. 


Orang melakukan kejahatan tidak lagi merasakannya jadi suatu aib bahkan sangat bangga dengan keahliannya dalam melakukan kejahatan. Wanita maupun pria sudah tidak sungkan lagi untuk memamerkan auratnya hingga (ma’af) bagian tubuh mereka yang sangat amat pribadi sifatnya didepan umum dan bahkan banyak sekali yang memperjual-belikannya sebagai komoditi yang sangat laris dijual dipasaran umum. Dimana sekarang rasa malu mereka atau bahasa pasarnya “urat malunya sudah putus” mungkin yach….

Rasa malu adalah unsur yang positif dalam tabiat manusia yang merupakan ungkapan nilai iman seseorang yang merupakan indikator stadium peradabannya. Islam mewanti-wanti para pemeluknya supaya memelihara rasa malu dan supaya menjadikan perangai yang baik ini salah satu ciri-ciri orang muslim yang cukup menonjol sebagaiman sabda Rasulullah saw: “Setiap agama mempunyai akhlaqnya sendiri-sendiri dan akhlaq islam ialah malu” (HR Malik).

Rasulullah saw adalah seseorang yang sangat lembut hatinya, paling halus tabiatnya, paling luhur budi pekerti dan perilakunya, paling dalam perasaannya terhadap kewajiban, paling ketat menjauhkan diri dari perbuatan haram dan paling besar rasa malunya. Dan bahkan Abu Sa’id Al-Khudry pernah mengatakan bahwa Rasulullah saw adalah orang yang sangat pemalu dan lebih pemalunya daripada gadis yang bercadar. Bila melihat sesuatu yang tidak disukainya dapat diketahui dari air mukanya (HR Muslim)

Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an: “….. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu (QS. 49:13), memperlihatkan bagaimana kaitan iman itu mempunyaui hubungan yang sangat tinggi dan mulia antara seorang hamba dengan Tuhannya. 

Oleh sebab itu hubungan ini harus disertai dengan kesucian jiwa, kelurusan akhlaq dan keluhuran amal perbuatan. Semua ni tidak dapat terwujud bila kita bergelimang dengan hal-hal yang buruk, rendah dan nista apalagi tanpa rasa malu, ini sudah menunjukkan runtuhnya iman seseorang, karena rasa malu dan iman itu sangatlah terkait satu sama lain. Rasulullah saw bersabda:"Rasa malu dan iman dua-duanya adalah sejalan. Bila yang satu hilang, hilanglah yang lain (HR Al-Hakim).

Gejala diatas dapat terlihat jelas ketika seseorang yang sudah kehilangan rasa malu atau sudah tidak mempunyai malu, akhlaqnya akan terus merosot dari keburukan satu kekeburukan lain yang lebih dalam dan besar. Ia terus terjerumus dari satu kenistaan ke kenistaan yang lebih berat. Dan terus menggelinding terus ke stadium yang lebih parah dan paling rendah. 

Hal ini digambarkan oleh Rasulullah saw dalam suatu hadits: “Apabila Allah hendak membinasakan hambaNya, rasa malunya dicabut lebih dahulu. Bila rasa malu sudah dicabut, ia akan menjadi manusia pembenci dan dibenci. Bila ia telah menjadi manusia pembenci dan dibenci, ia akan dicabut amanah (kejujuran)-nya. 

Jika telah dicabut rasa amanahnya maka ia akan menjadi seorang pengkhianat dan dikhianati. Bila ia sudah menjadi manusia pengkhianat dan dikhianati, rahmat Allah (yang diberikan kepadanya) akan dicabut. Bila rahmat-Nya telah dicabut ia akan menjadi manusia terkutuk. Bila ia menjadi manusia yang terkutuk, ia akan dilepaskan dari ikatan Islam” (HR Ibnu Majah).

Demikian runtunnya ungkapan hadits diatas yang menggambarkan dengan cermat gejala-gejala penyakit jiwa yang laksana bola salju yang bergulir dari ketinggia, berawal dari hal yang mungkin dianggap enteng atau kecil tetapi lama kelamaan menjadi suatu kejahatan yang besar yang akhirnya menghancurkan aqidahnya sebagai seorang yang beragama, dan semua itu berawal dari hilangnya rasa malu dalam diri seseorang.

Semoga Allah swt selalu menjaga kelanggengan rasa malu didalam hati kita yang sudah tertanam ini sehingga tidak terputus aqidah keislaman kita… amien….

Wallahu'alam







 

Kurang Jelas? Tanyakan Kepada Sahabat Danang Argo Sujiwo
To members of Komunitas Cinta Masjid dan seluruh pembaca blog ini
From Agus زبير أحمد
0 Responses